Getting My buku sirah nabawiyah nabi muhammad pdf To Work
Getting My buku sirah nabawiyah nabi muhammad pdf To Work
Blog Article
Bermula dari sejak usianya menghampiri 40 tahun, di mana beliau dipersiapkan secara psikologis untuk mengemban tugas kenabian yang oleh Ibnu Katsier dikatakan bahwa “perkara kenabian itu berlanjut melewati masa fatrah yakni masa-masa terputusnya wahyu, sampai turunnya surah al-Muddatstsir, yang berisi perintah untuk bangkit memberi peringatan, mengagungkan Tuhan, membersihkan pakaian, menghindari kejahatan dan berbuat tanpa pamrih. Demikian itu makna ayat-ayat pertama surah al-Muddatstsir. Di kala itu hati dan jiwa Muhammad mulai stabil dan tenang. Beliau telah yakin dengan apa sebenarnya yang dialaminya; dengan penuh percaya diri bahwa Allah telah memilihnya untuk suatu tugas dan misi yang maha agung, maka beliau bangkit merealisasikan perintah Allah melewati episode-episode Sirah selanjutnya. Adanya proses peralihan Muhammad dari manusia biasa menjadi Nabi dan Rasul sebagai satu kesatuan dalam suatu proses panjang seperti telah disinggung di muka, mengundang kajian lebih lanjut. Mengapa demikian, karena riwayat-riwayat yang menguraikan peristiwa peralihan tersebut amat bervariasi dan berbeda-beda. Ironisnya, riwayat tersebut berasal dari sumber-sumber yang handal dan diterima oleh mayoritas ahli Hadis seperti at-Thabary, al-Baladzary, al-Ya'qubi dan yang sederajat. Namun setelah melakukan pengecekan seksama ternyata mereka hanyalah kolektorkolektor riwayat yang menulis apa saja yang mereka terima tanpa reserve. Justru kita menemukan sorang ahli Hadis dan sejarawan yang lahir kemudian bernama Abu 'Amr Yusuf ibn Abdul Bar al-Numeiry, jauh lebih mendalam pemahamannya dibandingkan dengan mereka.
قُلْ يٰٓاَهْلَ الْكِتٰبِ تَعَالَوْا اِلٰى كَلِمَةٍ سَوَاۤءٍۢ بَيْنَنَا وَبَيْنَكُمْ اَلَّا نَعْبُدَ اِلَّا اللّٰهَ وَلَا نُشْرِكَ بِهٖ شَيْـًٔا وَّلَا يَتَّخِذَ بَعْضُنَا بَعْضًا اَرْبَابًا مِّنْ دُوْنِ اللّٰهِ ۗ فَاِنْ تَوَلَّوْا فَقُوْلُوا اشْهَدُوْا بِاَنَّا مُسْلِمُوْنَ
Demikianlah beberapa contoh kami ajukan guna meyakinkan para pembaca bahwa kita perlu menelaah kembali Sirah Nabi dengan pendekatan baru agar perjalanan hidup Rasulullah betulbetul menjadi obor penerang jalan bagi perjuangan kaum muslim di setiap tempat dan waktu. Cukup sampai di sini penulis menjelaskan bagaimana pentingnya pendekatan sejarah dan besarnya hasil guna yang dapat diperoleh jika melalui pendekatan sejarah kita mampu memahami Sirah dan menangkap subtansi historisnya. Pelbagai dimensi Sirah yang tadinya masih samar-samar kini sudah bertambah jelas, seperti kesimpulan kita mengenai al-maghazy sebagai suatu kesatuan peristiwa-peristiwa sejarah yang secara historis saling mengikat satu sama lain. Pendekatan sejarah, sekali lagi, tidak mengurangi nilai pendekatan emosional keagamaan, karena ia akan mempertinggi rasa keagamaan dan mengembangkan kesukaan membaca Sirah. Tetapi pendekatan sejarah memiliki keistimewaan karena di samping berdialog dengan hati juga berdialog dengan akal sehingga tujuan yang akan dicapai dari pelajaran Sirah diusahakan seefektif dan sesempurna mungkin.
Di dalam kecamuk perang kerapkali ada sahabat yang tersentak oleh dahsyatnya bentrokan pertama namun Rasulullah tetap tegar dan menguasai situasi, mengatur dan memimpin jalannya perang seolah-olah beliau tidak sedang dalam medan perang. Beliau sama sekali tidak pernah mementingkan diri lebih dari perhatiannya kepada para sahabatnya dan bagaimana memenangkan perang. Seusai perang, beliau tidak pernah menilai siapa diantara para sahabatnya yang telah melakukan kesalahan, karena menyadari bahwa beliau bukan panglima melainkan soko-Expert dan pemberi petunjuk dengan menjadikan dirinya sebagai contoh dan suri tauladan hingga yang merasa bersalah sadar sendiri akan kesalahannya dan tidak akan pernah mengulangi lagi tanpa Rasulullah merasa perlu menegurnya. Di antara kelebihan dan keistimewaan Rasulullah adalah beliau mampu mengenali para sahabatnya walaupun dalam perang besar-besaran. Dalam perang yang sedang berkecamuk sekalipun, beliau selalu memantau keadaan mereka. Beliau dengan mudah dapat mengenali wajah asing yang umumnya adalah mata-mata. Lebih dari sekali terjadi bahwa wajah asing tersebut ternyata mata-mata yang menggabungkan diri kedalam barisan sahabat dalam rangka memperoleh informasi yang akan disampaikannya kepada pihak lawan. Rasulullah sendiri yang langsung menghadapinya dan diajak masuk Islam; jika ia bersedia beliau memaafkannya karena Islam menghapuskan kehilafan dan dosa-dosa lama.
Keseluruhan nilai-nilai al-Qur'an telah dipraktekkan dan dicontohkan serta dijelaskan oleh Rasulullah, dan demikian itulah yang kita namakan sunnah; yakni akhlak, perbuatan dan sabdasabda Rasulullah. Dalam hal ini salah satu yang paling common adalah sabdanya “Aku meninggalkan (sesuatu) yang jika dipegang teguh, kalian akan terhindar dari kesesatan; yaitu : Al-Qur'an dan Sunnahku". Dengan diberlakukannya Piagam, berarti masa perbudakan dan rasialisme telah berakhir bagi seluruh penduduk yang mengakui Piagam, termasuk kelompok-kelompok Yahudi dan orangorang munafik. Meskipun Rasulullah mengetahui sifat-sifat mereka namun tidak menindak kecuali jika ada yang mengacau keamanan. Beliau demikian berlapang dada menghadapi mereka dengan harapan mudah-mudahan akan terpetunjuk dan sadar. 29
Meskipun undang-undang tersebut tidak mewajibkan kepada setiap anggota masyarakat untuk ikut berperang di luar negeri, namun atas dasar suka-rela, ternyata tiada yang menolak bilamana Rasulullah melimpahkan suatu tugas dan wewenang. Keseluruhan materi Piagam tersebut adalah merupakan nilai-nilai al-Qur'an yang menjelma menjadi kepribadian umat menggantikan kepribadian jahiliyah. Jika kepribadian jahiliyah membolehkan pembunuhan dan mengajak pertumpahan darah seperti yang terlihat dalam puisi dan sajak-sajak penyair 'Antarah, maka kepribadian Islam mengagungkan kasih-sayang, menanamkan sifat-sifat pemaaf, baik budi dan rasa kasih sayang terhadap anak-anak yatim serta perhatian kepada kaum tertindas.
mengikuti tradisi Nabi Musa as. Dalam konteks ini juga sesampainya di Madinah Rasulullah berhak memberlakukan aturannya kepada penduduk Madinah berdasarkan persetujuan perjanjian, tetapi beliau tidak melakukannya. Beliau tetap meminta ada kelompok elit Madinah yang dipilih untuk membantu beliau menjalankan urusan-urusan umat. Contoh ketiga adalah pada perang hudeibiya. Tatkala beliau berhenti di kawasan hudeibiya yang merupakan ambang pintu Mekkah buku kisah nabi muhammad pdf untuk mengadakan musyawarah dengan para sahabatnya. Sementara itu beliau telah mengutus Utsman ibn Affan untuk mencari informasi mengenai keadaan kota Mekkah dan keinginan penduduknya. Keterlambatan Utsman kembali mengakibatkan tersebarnya isu bahwa ia sudah terbunuh dan seketika emosi kaum muslim meluap. Mereka mengharapkan dikeluarkan perintah Rasulullah menyerbu Mekkah. Kemungkinan akan pecah perang sangat besar, sehingga situasi telah berubah. Niat semula, rombongan datang ke Mekkah untuk menunaikan ibadah umroh, sehingga bekal persenjataan yang mereka bawa hanyalah beberapa pedang. Tetapi Rasulullah sudah melakukan antisipasi dengan membekali anggota rombongan dari suku khuza'ah yang berangkat paling akhir dengan persenjataan lengkap. Maka tatkala perang tidak dapat dihindari Rasulullah kembali mengajak seluruh pengikutnya bermusyawarah, barangkali di antara mereka ada yang tidak ingin perang. Rasulullah kemudian mengumumkan bahwa siapa yang tidak ingin perang boleh kembali ke Madinah tanpa dipersalahkan atau disesali. Namun tiada satupun yang menyatakan hasratnya untuk kembali ke Madinah; berarti ada kesepakatan untuk ikut perang. Akan tetapi karena sikap konstitusionalnya dan penghargaannya kepada asas musyawarah, Rasulullah tidak merasa cukup dengan kesepakatan (implisit) tersebut.
To Read more e-ink gadgets like Kobo eReaders, You'll have to download a file and transfer it towards your gadget. Keep to the in depth assistance Centre instructions to transfer the data files to supported eReaders.
Periode kedua, periode Darul Arqam dan berlangsung tiga tahun yang berakhir beberapa saat setelah Umar ibn Khattab memeluk Islam. Banyak yang beranggapan bahwa Umar memeluk Islam pada tahun ketiga kenabian, tapi penelitian yang tepat membuktikan hal itu terjadi pada tahun kelima, sedangkan yang memeluk Islam pada tahun ketiga adalah Hamzah ibn Abdul Mutthalib. Periode ketiga, kegiatan dakwah secara terang-terangan, berlangsung selama lima tahun, sejak keluar dari Darul Arqam sampai beliau hijrah ke dan dari Thaif, suatu periode yang penuh pergolakan dan pergelutan dengan Qureisy. Hijrah ke Thaif merupakan bukti bahwa beliau menaruh harapan lebih besar bagi pengembangan dan penyebaran dakwah di luar Qureisy. Periode keempat, dakwah di luar kota Mekkah; apakah dengan mengunjungi pemukimanpemukiman suku di sekitar Mekkah atau dengan menemui setiap pendatang ke kota Mekkah. Pada periode inilah terbuka jalur hijrah ke Madinah. Jumlah pengikut yang berhasil direkrut pada periode pertama terlalu sedikit untuk dicatat sebagai keberhasilan. Diantara mereka terdapat pemuka masyarakat seperti: Khadijah, Ali ibn Abi Thalib, Zaid ibn Haritsa dan Abu Bakar al-Shiddieq; terdapat pula golongan yang tidak mempunyai standing sosial seperti Bilal, Khubab, Ammar ibn Yasir serta sejumlah orang-orang yang terpandang rendah di mata Qureisy. Mereka dihimpun oleh Rasulullah dan duduk sama-sama di suatu sudut Ka'bah mendengarkan ayat-ayat al-Qur'an, menerima penjelasan-penjelasan mengenai dasar-dasar iman dan membaca ayat-ayat secara bersamaan dengan suara keras. Orang-orang Qureisy merasa tidak senang dengan adanya orang-orang yang mereka pandang lemah dan rendah itu duduk sama posisi dengan orang-orang terpandang dan pemuka masyarakat.
Kostantinopel (Turki) dengan membawa bendera kekasihnya, Rasulullah SAW. Ia tidak menyadari bahwa pelita kecil itu akan menerangi dunia. Kiranya mimpinya semacam ramalan akan kejadian masa datang. Kelak pada masa pemerintahan Sulaiman ibn Abd al-Malik, Abu Ayyub akan menemui ajalnya sebagai pahlawan syahid di perbatasan Konstantinopel. Oleh karena tidak ingin orang-orang Romawi menyentuh tubuhnya ia meminta pasukan kaum muslim menggiring kuda-kuda mereka melewati dan menginjak kuburnya berkali-kali (agar jejaknya hilang sama sekali) tetapi Tuhan menentukan yang lain karena pada masa pemerintahan Turki Ottoman kuburnya berhasil diidentifikasi dan dibangun di atasnya sebuah mesjid mewah yang berdiri tegak hingga kini. Di dalam mesjid itulah seluruh khalifah Ottoman dibai'at. Dari mesjid Abu Ayyub pula setiap pasukan Islam berangkat menuju istana-istana Istambul yang sudah menjadi kota Islam setelah dahulu pernah menjadi kota Kristen. Pujangga Perancis, Pierre Loti (1850 - 1923) sering berkunjung ke mesjid ini pada saat-saat sahur.
Penulisan Sirah pun dilakukan dengan semangat emosional. Hal ini terlihat pada formulasi mengambang dalam karya Abdul Malik ibn Hisyam yang menguraikan tulisan-tulisan Ibn Ishaq berdasarkan kecenderungan intelektual pribadi, sehingga yang dituangkan dalam riwayatnya hanya yang sejalan dengan kajian fiqh, sementara yang lain diabaikan meskipun dari sudut kajian sejarah justeru sangat penting. Oleh karena itulah maka Sirah versi Ibn Hisyam, yang kemudian menjadi standar penulisan sejarah Nabi pada masa-masa selanjutnya, tidak memiliki ketelitian, perbandingan, pengecekan berita dan pertalian peristiwa. Tidak heran jika penulisan Sirah selanjutnya menjadi ‘beku’ dan tidak inovatif karena hanya terbatas pada pembetulan nama dan tanggal peristiwa, penambahan paragraf berdasarkan hadis-hadis Nabi dan penjelasan syarh1. Dengan kata lain, pengkajian sejarah mengalami stagnasi, sehingga Sirah tidak lagi merupakan salah satu sarana untuk mengenal dan memahami Islam tetapi lebih sesuai sebagai bahan ceramah dan pidato. Kecenderungan fiqih yang sektarian disamping mengakibatkan formulasi Sirah yang mengambang, juga telah mengabaikan karya al-Waqidi, al-Magazy (Sejarah peperangan Rasulullah), demikian pula terjadi distorsi dalam karya Ibn Sa'd, al-thabaqat yang memuat biografi sejumlah perawi dari masa ke masa. Bahkan suatu karya tulis dalam bentuk ringkasan yang penuh kerancuan telah menggantikan posisi sumber-sumber asli tersebut. 1
Hanya Ummu Hani, adik kandung Ali ibn Thalib yang membantu untuk mengurus dan mengasuh ketiga putrinya: Ruqayyah, Ummu Kaltsum dan Fatimah. Peristiwa isra' ke Bait alMaqdis dan mi'raj ke langit terjadi di kediaman Ummu Hani. Peristiwa isra' dan mi'raj itu sendiri adalah bagian dari kebesaran Muhammad yang telah melapangkan dada dan menambah kuat imannya di saat beliau sedang dirundung kesedihan dan dalam suasana yang seluruhnya memancing keputus-asaan. Keadaan ini tergambar dalam pembicaraan beliau dengan Ummu Hani sesaat setelah baru saja menjalani peristiwa tersebut. Beliau menceritakan seluruh pengalamannya kepada Ummu Hani yang tertegun dan tercengangcengang mendengarkan. Ia meminta Rasulullah agar tidak menceritakan hal itu kepada khalayak, khawatir mereka akan menaruh syak dan keraguan atau bahkan mendustakan. Tapi Rasulullah sudah memutuskan untuk menceritakannya kepada khalayak. Dan ternyata dugaan Ummu Hani benar adanya, karena para pengikut yang masih lemah imannya seketika meninggalkan Islam, namun yang imannya kuat seperti Abu Bakar tidak terpengaruh sedikit pun dan sejak itu Abu Bakar mendapat julukan al-Shiddieq; yakni sangat membenarkan apa saja yang dikatakan Rasulullah. Hikmah yang dapat dipetik dari peristiwa isra'-mi'raj adalah bahwa peristiwanya terjadi pada saat penduduk Mekkah sudah menutup seluruh pintu harapan bagi Rasulullah dengan gerakan perlawanan dan terus-menerus mendustakannya. Allah ingin memperlihatkan betapa tinggi derajat Muhammad diantara para Nabi dan Rasul yang pernah diutus ke dunia. Itu sebabnya mengapa Muhammad mengimami mereka shalat di Bait al-Maqdis kemudian dimi'rajkan ke langit dimana dapat menyaksikan cahaya kebesaran Allah, bertemu dan bercakap-cakap dengan sebagian Nabi seperti Musa AS.
Setelah membahas nenek Nabi Muhammad observed, ada satu hal menarik lainnya tentang bagaimana kedua nasab dari ayah dan ibu beliau saling bertemu. Pertemuan silsilah ini membentuk garis keturunan mulia yang menjadi cikal bakal lahirnya Nabi terakhir.
betul mantap dengan keimanan yang mendalam serta tekad bulat untuk siap mengikuti panggilan jihad. Wilayah kekuasaan umat Islam bertambah luas, kesatuan lebih teratur dengan sikap yang lebih tegas lagi. Sebelum perang Badr tercatat hanya dua atau tiga mesjid karena umumnya para pemimpin suku membangun mushallah masing-masing; ada mushallah Sa'd ibn Mu'adz, mushallah Sa'd ibn 'Ubadah dan sebagainya. Setelah perang Badr terlihat banyak mesjid yang dibangun; maka ada mesjid Al-Fath, mesjid AlSayiq dan mesjid Al-Salai; semua itu dibangun dalam bentuk yang lebih permanen dan lebih luas dapat menampung lebih banyak jumlah jama'ah yang datang menunaikan shalat-shalat fardlu. Namun mesjid Rasulullah tetap sebagai mesjid raya yang berfungsi juga sebagi pusat kegiatan penduduk Madinah yang sepanjang hari menyaksikan kesibukan dan dinamika. Sementara itu telah dibangun pula beberapa kamar untuk Rasulullah di bagian tenggara mesjid dan beliau tinggal di sana. Di tepi kamar-kamar itulah Rasulullah selalu berkumpul bersama para sahabatnya berbagi pendapat dan dengan terbuka bagi siapa saja yang hendak bertemu dengan beliau, mendengarkan hadis-hadisnya dan menanyakan berbagai hal. Keikutsertaan kaum muhajirin dan al-anshar ditambah bergabungnya orang-orang dari suku Juheina, Bellawi dan Ghiffari dengan rasa kebersamaan dalam perang Badr telah mendorong semakin mantapnya kesetiakawanan dan solidaritas umat. Adalah sulit dipercaya (tapi nyata) bahwa jurang pemisah antar suku dan golongan sudah terhapus sama sekali. Rasulullah dalam hal ini adalah suri tauladan mereka sebab meskipun sepupunya, Ali ibn Abi Thalib telah memperlihatkan kepahlawanan dalam medan tempur, namun Rasulullah tidak memperlakukannya secara istimewa sebagai upaya untuk menghilangkan kesan kesukuan keluarga Hasyim.
Report this page